Beranda | Artikel
Syarat Nikah dan Pujian bagi Orang yang Memenuhi Syarat
Minggu, 10 April 2022

Bab II
HAK-HAK ISTERI ATAS SUAMINYA

Pasal 2
Syarat Nikah dan Pujian bagi Orang yang Memenuhi Syarat-Syarat Tersebut
Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, ‘Abdullah bin Yusuf memberitahu kami, ia berkata, al-Laits memberitahu kami, dia berkata, Yazid bin Abu Habaib memberitahuku dari Abul Khair dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ.

Syarat-syarat yang lebih patut untuk dipenuhi adalah apa yang kalian halalkan tentang kemaluan dengannya.” [Diriwayatkan juga oleh Muslim].

Imam al-Bukhari berkata, Abul Yaman memberitahu kami, Syu’aib memberitahu kami, ia berkata, dari az-Zuhri, dia berkata, “‘Ali bin Husain memberitahuku bahwa al-Miswar bin Makhramah pernah berkata bahwa ‘Ali pernah melamar puteri Abu Jahal, lalu hal tersebut terdengar oleh Fathimah, sehingga dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Kaummu mengaku bahwa engkau tidak pernah marah kepada puteri-puterimu. Dan ‘Ali akan menikahi puteri Abu Jahal.’

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri sehingga aku mendengar beliau ketika mengucapkan kalimat syahadat seraya berucap:

أَمَّا بَعْدُ، أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي وَصَدَقَنِي، وَإِنَّ فَاطِمَةَ بِضْعَةٌ مِنِّي وَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسُوءَهَا، وَاللهِ لاَ تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللهِ عِنْدَ رَجُلٍ وَاحِدٍ.

Amma ba’du, aku pernah menikahkan Abu al-‘Ash bin ar-Rabi’, lalu dia berbicara kepadaku seraya membenarkan diriku. Dan sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari diriku dan aku tidak suka seseorang menyakitinya. Demi Allah, sekali-kali tidak boleh bersatu puteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan puteri musuh Allah pada seseorang.’ Maka ‘Ali pun membatalkan lamaran tersebut.” [Dan dikeluarkan pula oleh Muslim].

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitab Fat-hul Baari (IX/217), mengatakan, “Al-Khaththabi mengatakan, ‘Syarat-syarat dalam pernikahan itu berbeda-beda. Di antaranya ada yang harus dipenuhi, menurut kesepakatan, yaitu apa yang diperintahkan oleh Allah, untuk tetap mempertahankan dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik pula. Pada pendapat itu pula sebagian mereka mengarahkan hadits ini. Ada pula syarat yang menurut kesepakatan tidak boleh dipenuhi, misalnya permintaan cerai oleh seorang isteri terhadap isteri suaminya yang lain. Dan ada juga syarat yang masih diperdebatkan, seperti persyaratan untuk tidak memadu atau tidak memindahkan isteri dari rumahnya sendiri ke rumah suami.’”

Di dalam kitab Syarh Muslim (IX/205), an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits ini diarahkan pada syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan tuntutan nikah, tetapi menjadi maksud dan tujuannya, misalnya persyaratan untuk memperlakukan dengan cara yang baik, memberi nafkah, sandang, dan pangan dengan cara yang baik, tidak merampas hak-haknya sedikit pun, memberikan giliran yang sama dengan yang lainnya. Selain itu, isteri tidak boleh keluar dari rumah suaminya, kecuali dengan seizinnya, tidak boleh berbuat nusyuz***, tidak boleh mengerjakan puasa sunnah tanpa izinnya, tidak memberi izin kepada orang lain untuk memasuki rumah suaminya, kecuali dengan seizinnya, tidak membelanjakan hartanya kecuali dengan seizinnya pula, dan lain sebagainya.

Sedangkan syarat-syarat yang bertentangan dengan tuntunan nikah, seperti syarat untuk tidak memberikan giliran kepada isteri, tidak memberikan nafkah kepadanya, tidak bepergian bersamanya, dan lain semisalnya, maka syarat-syarat seperti itu tidak wajib dipenuhi, bahkan harus dibatalkan. Dan dibenarkan nikah dengan mahar matsal (standar), sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِيْ كِتَابِ اللهِ فَهُوَ بَاطِلٌ.

Setiap syarat yang tidak terdapat di dalam Kitab Allah, maka ia batal.’

Ahmad dan segolongan ulama mengatakan, ‘Wajib memenuhi syarat secara mutlak, sesuai dengan hadits: إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوْط ‘Sesungguhnya syarat-syarat yang paling berhak untuk ditunaikan…,’ Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.”

Syaikh Abu ‘Abdirrahman Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah mengatakan, “Pendapat Ahmad dan orang-orang yang bersamanya mengenai kewajiban memenuhi persyaratan… (sampai akhir) adalah shahih berdasarkan pada hadits di atas dan juga atas dasar firman Allah Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ 

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.’ [Al-Maa-idah/5: 1]

Kecuali, syarat yang bertentangan dengan tujuan pernikahan, seperti syarat untuk tidak mencampurinya padahal sang isteri mampu melakukannya, berbeda dengan wanita yang masih kecil yang belum mampu melakukan hubungan badan, maka persyaratan itu boleh dipenuhi. Wallahu a’lam.”

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
______
Footnote
***  Nusyuz berarti mendurhakai dan keluar dari ketaatan pada suami. Lihat an-Nihaayah.-ed


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/54576-syarat-nikah-dan-pujian-bagi-orang-yang-memenuhi-syarat.html